
Meri Riana, gadis yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Dia merasa sangat senang karena bakal menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan. Awalnya Meri Riana sangat mendambakan untuk melanjut kuliah di Universitas Trisakti. Namun cita-citanya tinggallah angan belaka karena keluarganya adalah memiliki keturunan darah Tionghoa, yang tahun 1998 tersebut terjadi kerusuhan yang jadi target utamanya adalah keturunan Tionghoa sehingga Meri Riana terpaksa mengungsi ke negara tetangga, Singapura. Orang tuanya menginginkannya melanjutkan pendidikan di Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Sebenarnya dia tidak mau tetapi keaadaan saat itu memaksanya tetap menyetujui keputusan orang tuanya.
Meri Riana tiba di Singapura bersama rombongan dan langsung diantar oleh manajemen NTU menuju asrama yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama masih kuliah di NTU. Di Singapura kondisi keuangan Merry saat itu sangat memprihantinkan. Untuk biaya pendidikan awal seperti biaya asrama, biaya kuliah, dan uang saku ia pinjam dari Development Bank of Singapore (DBS). DBS merupakan bank yang bekerjasama dengan NTU dan pembayaran dapat dilunasi setelah mahasiswa lulus dan mampu bekerja. Meminjam dana di DBS adalah bukan hal yang mudah. Meri Riana harus mencari wali sebagai penanggungjawab atas pinjamannya tersebut dan waktu itu Alfa adalah walinya. Sedangkan untuk biaya buku dan kebutuhan lainnya, siswa harus membayar sendiri. Jumlah uang yang diberikan adalah 40 ribu dolar Singapura atau mencapai 300 juta rupiah dengan kurs saat itu.
Setelah dihitung semuanya ternyata dia hanya mendapat uang saku 10 dolar seminggu, itu sebenarnya sangat kurang tapi dia berani menanggulangi segala konsekuensi yang bakal terjadi kedepannya demi kuliahnya tetap lancar. Di semester pertama kuliah itulah hal yang sangat tersulit dialami oleh Meri Riana karena dia harus beradaptasi dengan keadaan ekonominya yang serba kekurangan dan terbatas yang kadang-kadang membuatnya sangat tertekan, bingung, dan putus asa. Untungnya, suasana kampus NTU yang nyaman dan asrama yang sederhana namun asri memiliki semangat untuk terus maju dan pantang menyerah. Tahun pertamanya kuliah di NTU telah membuka matanya untuk berjuang, bekerja keras, bertekun, disiplin, meraih kesuksesan.
Ketika Meri merasa tak ada harapan,hampa, dan sengsara. Salah satu tempatnya mengadu dan mencurahkan segala kesulitannya adalah berdoa kepada Tuhan. Kedekatannya kepada Tuhan sudah tidak diragukan lagi. Dia membaca dan merenungkan Kitab Suci. Sehingga kerinduannya kepada Tuhan semakin bergelora ketika dia bergabung disalah satu komunitas mahasiswa katholik yang ada di kampusnya sehingga membawanya untuk bertemu Alva. Seseorang yang akan mengisi ruang dan mengisi hari-harinya dengan penuh kerja keras dan tekad serta tidak pernah lelah. Merry dan Alva sama-sama memiliki masalah keuangan akibat krisis moneter di Indonesia.
Ketika memasuki semester 4, dia memutuskan untuk bekerja di hari liburnya. Pekerjaan pertama adalah menyebarkan brosur di atau di tempat umum. Dengan upah yang diberikan sekitar 3 sampai 5 dollar per jam. Pelajaran yang dipetik dari pengalaman pertama adalah bahwa kerja keras dan ketekunan akan membuahkan hasil. Karena dasar dari keberhasilan perjuangan adalah ketabahan dan kegigihan. Saat memasuki semester lima, dia selalu mengisi libur semesternya dengan bekerja untuk mencukupi keterbatasan ekonomi yang sedang dia hadapi. Pekerjaannya masih menyebarkan brosur, hanya saja di perusahaan yang berbeda. Kemudian bosnya yang baik hati menawarinya pekerjaan di toko Florist yang pekerjaannya sebagai pelayan di toko bunga. Dia dengan senang hati menerima tawaran itu. Pada akhir pekan saat toko bunga tutup, ia bekerja sebagai pelayan perjamuan di sebuah hotel bintang lima di kawasan Orchard. Perjuangan melawan keadaan sulit dengan berhemat dan kerja keras telah membuahkan sebuah imoian baru yaitu ia ingin mencapai kebebasan finansial sebelum usia 30 tahun.
Dia mencoba bisnis pertamanya di bagian Multi Level Marketing (MLM) tetapi malah ditipu oleh perusahaan tersebut. Kegagalan bisnis pertama tidak membuat patah semangat untuk terus berjuang. Memasuki tahun ketiga, seluruh mahasiswa diwajibkan mengikuti magang di perusahaan yang telah ditentukan oleh NTU. Meri Riana menjalani magang di perusahaan semikonduktor asal Amerika, Micron Semiconductor Pt Ltd dengan gaji 750 dollar per bulan.
Saat Meri dan Alva sedang melihat pertunjukan pendidikan yang diadakan di Suntec City, mereka melewati sebuah stand yang sangat kecil. Mereka membaca brosur yang diberikan oleh penjaga dan yang mengejutkan mereka, Anthony Robbins akan mengadakan seminar di Singapura. Anthony Robbins adalah seorang motivator terkenal dan sangat diidolakan oleh Meri Riana. Ketika tiba saatnya seminar Anthony Robbins, Meri dan Alva sangat gembira dan antusias menyambutnya. Setelah dari seminar tersebut, semangat Meri semakin menggebu-gebu untuk menjadi seorang yang sukses dan memperoleh kebebasan finansial diusia 30 tahun. Meri mencoba baru lainnya yaitu Tianshi. Dia, alva dan satu temannya rela membeli produk Tianshi sebagai bahan untuk promosi mereka kepada orang-orang atau teman-teman kampusnya. Namun keberuntungan belum juga memihak kepada mereka. Ternyata produk Tianshi gagal membuka cabang di Singapura.
Di semester akhir kuliah, mahasiswa sedang mempersiapkan diri untuk menulis skripsi. Meri dan Alva mencari peluang bisnis. Namun kegagalan demi kegagalan menghampiri usaha mereka. Mereka berpikir bahwa kegagalan akan memberi mereka banyak pengalaman tentang dunia bisnis. Meri Riana berhasil lulus dengan penghargaan Second Upper Honours. Sejarah di NTU telah usai dan siap menyambut era baru. Merry dan Alva mengadakan upacara pertunangan tepat pada hari kelulusan mereka.
Setelah lulus, mereka memilih pekerjaan sebagai tenaga penjual dari pada menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Meskipun Meri mendapat ijazah lulusan teknik. Dia tidak oernah menggunakan ijazahnya tersebut untuk melamar pekerjaan di perusahaan ternama yang ada di Singapura.
Dia dan Alva malah menjadi penjual produk asuransi. Mereka tidak mengenal kata lelah, yang mereka tahu adalah berjuang dan disiplin. Dalam waktu singkat Meri mampu membayar utang pendidikannya. Dia menjadi manajer yang sukses dan Presiden Star Club karena kesuksesannya dalam bekerja dibagian ansuransi tersebut. Hingga akhirnya Dia mendirikan sebuah organisasi dan menikahi Alva.
Komentar
Posting Komentar